IB Ilham Malik
Dalam sektor transportasi, kenaikan harga BBM memberikan pengaruh pada kenaikan biaya operasional kendaraan. Namun sayangnya, berbagai macam aktivitas dan barang serta jasa, menggunakan “transportasi” yang menelan konsumsi BBM. Sehingga ketika harga BBM naik maka akan memberikan pengaruh pada semua hal yang menggunakan transportasi ber-BBM sebagai alat mobilisasinya.
Karena itulah, rencana untuk menaikkan BBM akan mendapatkan respon dari berbagai pihak. Meskipun pemerintah sudah mengeluarkan rilis tentang kenapa perlu dinaikkan dan berapa kisaran kenaikan harga BBM, namun tentu tidak semua orang bisa menerima dan menjadikannya sebagai pembenar kenaikan harga BBM. Akan tetap ada banyak sektor yang terkena dampak dan karena kompensasi terhadap pihak terdampak tersebut masih belum nyata dipegang dan dirasakan oleh mereka, maka sikap skeptis dan meragukan komitmen dan menolak kenaikan harga BBM akan terus menggema.
Sekarang persoalannya perlu digeser, bukan lagi soal harga BBM naik atau tidak. Tetapi, upaya baru yang harus terus didengungkan adalah bagaimana caranya bisa menekan atau memperpendek perjalanan orang dan barang. Tetapi tanpa mengganggu produktivitas. Karena dengan mendekatkan antara demand and supply, atau antara sumber bahan baku, industri pengolahan dan “pasar”, dan adanya peningkatan nilai atas suatu barang/jasa, maka kenaikan harga BBM tidak akan menjadi persoalan besar.
Jadi, perlu ada pendekatan ruang kegiatan dengan mendekatkan setiap kegiatan-kegiatan melalui penataan ruang yang benar. Juga perlu ada pendekatan transportasi dengan menyediakan public transport yang menarik dan berongkos murah seperti trem dan kereta api (meskipun akan ada bahasan tentang biaya investasinya yang mahal). Tetapi kereta api akan lebih efektif ketimbang bus yang membutuhkan perawatan jalan, dan jalannya juga digunakan oleh kendaraan pribadi. Sehingga biaya perawatannya akan lebih mahal walaupun biaya pembangunannya relatif murah.
Jadi, ke depan, ketika kota tidak berdaya tampung tinggi, tidak super padat, maka biaya transport akan menjadi tinggi akibat jarak yang jauh. Untuk itulah, para perencana ruang dan kegiatan harus mengubah cara pandang dari sekedar membagi-bagi ruang kegiatan dengan sebaran yang kemana-mana, menjadi diubah memadat dan meninggi. Dengan begitu distance dalam posisi horizontal menjadi pendek.
Masalahnya, framing perencana ruang saat ini masih belum berubah. Bahkan melihat kondisi ruang seperti sekarang ini saja yang katanya sudah serba tidak tertata, sudah merasa putus asa. Dan lalu kemudian menerima kenyataan. Padahal, kehadiran para perencana ruang ditujukan untuk merancang ruang dan kegiatan, secara benar. Bahwa realisasinya masih butuh waktu lama, itu soal yang lain. Namun dalam dokumen tata ruangnya sendiri, konsepnya harus benar dan tegas menjelaskan tahapan-tahapan untuk memperbaiki kota.
Sektor infrastruktur memang masih berhadapan dengan banyak masalah. Bukan hanya soal supply-nya yang terbatas. Akan tetapi, masalah proses penyediaannya sendiri (mulai dari anggaran hingga proses konstruksinya yang bermasalah) yang masih menyelimuti isu infrastruktur. Jika kita masih terjebak pada persoalan itu dan kemudian menjadi tidak berdaya berhadapan dengan kenyataan itu, maka pada siapa masyarakat menggantungkan harapan?
Saya melihat, para perencana ruang wilayah dan kota harus berani untuk out of the box, dan berani memasukkan idealisme ruang dan kegiatan dalam dokumen perencanannya. Tidak terjebak pada masalah demi masalah dan kemudian mengatakan “agak susah mengubah ruang yang sudah berantakan seperti ini.” Dan kemudian berbondong-bondong merancang ruang kegiatan baru yang dianggap akan lebih mudah merancangnya ketimbang memperbaiki yang sudah ada.
Balik ke isu kenaikan harga BBM tadi, maka kesimpulan yang bisa kita sampaikan adalah: benahi fungsi antar ruang agar tepat kegiatan dan tepat interaksinya. Lalu perpendeklah jarak perjalanan antar interaksi ruang dengan menjadikan ruang memadat vertikal dan terkoneksi efektif dengan public transport dan non motorized transport. Apakah kebijakan akan kesana? Biasanya belum.
Dr Eng. Ir. IB Ilham Malik, IPM. – Dosen Prodi PWK Institut Teknologi Sumatera (ITERA)
Discussion about this post