PEMANDANGAN IRONI: Massa emak-emak berebut bahkan saling sikut dan abaikan prokes demi berebut minyak goreng saat operasi pasar di Lampung Utara Senin (21/2), ironisnya Selasa (22/2) di gudang CV Sinar Laut 32 ribu dus minyak goreng “parkir” hanya karena terkendala masalah administrasi. (Foto: EKA)
translampung.id, BANDARLAMPUNG – Temuan hasil inspeksi mendadak (sidak) Tim Satuan Tugas (Satgas) Pangan dari Mabes Polri, Polda Lampung, dan Dinas Perindustrian Perdagangan (Disperindag) Lampung pada Selasa (22/2), cukup mencengangkan. Saat sidak ke gudang CV Sinar Laut, Sukabumi, Bandarlampung, tim menemukan 32 ribu dus stok minyak goreng. Ribuan dus berisi “buronan emak-emak” itu tertahan di gudang perusahaan.
Temuan hasil sidak itu dibenarkan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Lampung, Kombes Arie Racman Nafarin. Tim satgas lantas meminta perusahaan, untuk segera mendistribusikan ke masyarakat.
“Kami minta administrasi akan menyusul, karena sistem administrasi membuat proses distribusi jadi berjalan lama. Nanti akan kami pantau,” ujar Arie Rachman Nafarin.
Dirkrimsus menyebutkan, pihak perusahaan diduga menahan pendistribusian minyak goreng, karena terkendala masalah administrasi. Masalah administrasi dimaksud, adalah disparitas harga yang dibeli Rp18.000, tapi harga pemerintah Rp14.000.
Pada bagian lain, Direktur CV Sinar Laut, Andre Setiawan membantah dugaan penimbunan stok minyak goreng di gudangnya. Menurut dia, stok itu adalah hasil stok lama sejak Januari 2022, yang sebelumnya sudah dilaporkan dan terdaftar di Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia.
“Sudah dari awal kami laporkan dan terdaftar di Kemendag. Lapor sejak Januari 2022. Total ada 32 ribu dus berisi 345 ribu liter minyak goreng. Minggu kemarin kami dipertemukan dengan Mendag dengan eksportir,” jelas Andre Setiawan.
Dia mengaku, saat dipertemukan dengan Mendag, eksportir menjembatani membeli harga standar Rp18.000. Lalu menjual dengan harga eceran tertinggi dan tidak boleh mengambil keuntungan.
“Pihak eksportir setuju. Selanjutnya minyak goreng yang disimpan, langsung didistribusikan langsung ke masyarakat,” tutur Andre Setiawan.
Sementara dari pantauan translampung.id di wilayah Lampung Utara, operasi pasar (OP) minyak goreng yang diinisiasi Dinas Perdagangan dan Bulog Lampung Utara Senin (21/2), berujung ricuh. Sebab OP terpaksa dihentikan. Lantaran calon pembeli minyak goreng sebagian besar tidak taat protokol kesehatan (prokes). Parahnya lagi, menimbulkan kerumunan massa dan saling berebut untuk mendapatkan minyak goreng.
Kondisi tersebut tentu sangat ironis, jika dikomparasi dengan temuan hasil sidak Tim Satgas Pangan di gudang CV Sinar Laut Bandarlampung hari ini. Di satu sisi, emak-emak hampir di seluruh Lampung, bahkan mungkin hampir seluruh Indonesia, terpaksa saling sikut dan abaikan prokes hanya demi memperjuangkan minyak goreng. Tetapi di sisi lain, puluhan ribu dus minyak goreng “parkir” di gudang, hanya karena masalah administrasi.
Dilansir dari detikfinance Selasa (22/2), Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memaparkan masalah yang terjadi pada tata niaga minyak goreng di Indonesia. Hal ini membuat harga minyak goreng mahal dan ketersediaannya pun menjadi sedikit.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyatakan sejauh ini ada 3 masalah besar penyimpangan yang terjadi pada transaksi minyak goreng. Berikut ini poin-poinnya.
1. Pembatasan Pasokan
Menurut Yeka, masalah yang pertama adalah pembatasan pasokan minyak goreng. Dia menduga kelangkaan minyak goreng terjadi karena adanya pembatasan stok yang diberikan distributor kepada toko ritel.
“Masih terjadi pembatasan stok, artinya distributor membatasi ke agen, agen batasi ke ritel,” ungkap Yeka dalam konferensi pers virtual, Selasa (22/2).
Pihaknya juga menduga ada upaya dari distributor minyak goreng yang justru lebih memilih untuk memberikan produksinya ke pihak industri yang bisa membayar lebih mahal dibandingkan menjual ke masyarakat dengan HET yang sudah ditentukan.
“Bisa saja perusahaan minyak goreng ini utamakan konsumen industri yang berikan harga lebih tinggi. Akhirnya yang jadi masalah adalah balik lagi semua ke masyarakat yang tidak bisa mendapatkan stok minyak goreng,” ujar Yeka.
Hal ini diduga terjadi di beberapa provinsi, mulai dari Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jambi, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.
2. Penyusupan Stok ke Pasar Tradisional
Temuan kedua adalah adanya penyusupan stok minyak goreng ke pasar tradisional. Ombudsman melihat ada kecenderungan banyak pedagang pasar justru membeli minyak goreng bukan dari distributor atau agen, justru dari toko ritel.
Pasalnya, stok dari toko ritel selalu tersedia dan harganya tetap Rp14.000. Setelah mendapatkan stok minyak goreng, pedagang menjualnya lagi langsung ke pasar tradisional dengan harga lebih tinggi dari HET.
“Banyak pedagang di pasar, ternyata langsung membeli dari ritel modern. Kemudian dijual lagi oleh dia di pasar dengan harga tinggi,” ungkap perwakilan Ombudsman Jawa Barat, Fitry Agustine.
Dalam temuan Ombudsman hal ini terpantau terjadi di Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.
3. Pembelian Minyak Goreng Bundling
Penyimpangan berikutnya adalah terjadi syarat pembelian alias bundling minyak goreng. Masyarakat diminta untuk membeli minyak goreng dengan syarat membeli barang lain dari toko tersebut.
Hal ini terjadi di banyak provinsi, dari pantauan Ombudsman hal ini terjadi di Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, hingga Maluku Utara.
“Jadi kami juga menemukan ada persyaratan khusus untuk beli minyak goreng murah. Dia harus dengan pembelian paket barang yang lain,” ungkap Budhi Masturi perwakilan dari Ombudsman Jawa Tengah.
Syarat macam ini ada juga yang berupa bentuk membership, masyarakat dipaksa untuk menjadi member sebuah toko baru bisa membeli minyak goreng murah.
Hal ini terjadi di Jawa Timur, perwakilan Ombudsman Jawa Timur Achmad Azmi mengatakan pihaknya menemukan ada toko yang mewajibkan membership kepada pelanggannya untuk bisa membeli minyak goreng.
“Kami temukan ada yang harus jadi member, bila sudah jadi member baru bisa beli. Jadi dia misalnya member yang merah bisa maksimal beli 1 liter, kemudian member yang lebih tinggi bisa beli 4 liter,” tandas Achmad Azmi. (ayp/net)
Discussion about this post